sumber:wiki |
Kemarin saya baru ajah nonton Film The
Fault In Our Star, telat banget yak? :P
Eimmm....!
Padahal filmnya udah dari tahun 2014 lalu,
udah telat 2 tahun, sih. Padahal waktu pas film ini baru keluar, sempet lumayan
heboh gitu, kan. Komentarnya yg bilang bagus, romantis, bla..bla..bla..
Saya yang sedari awal lihat trailer filmnya,
sama sekali nggak tertarik. Kenapa? Karena film ini bergenre drama. Saya ngga
tertarik semua film, dan tayangan TV yang bergenre drama. Kenapa (lagi)?
Karena Sedih (yaiyalah...!) Saya ngga suka menonton tayangan yang syedih dan
menguras air mata. Lah wong pas emang lagi suasana sedih ajah, berusaha gimana
caranya supaya ngga nangis, lah ini malah sengaja di push biar nangis. Yah,
makin kejer laah L
Tapi karena emang waktu itu, tugas-tugas
Inggris saya sudah selesai. Bingung mau apa, terlebih internet di rumah mati.
Lalu ubek-ubek disk laptop dan nemu film ini di disk punya abang saya.
Yowisslah, akhirnya lebih baik saya nonton ajah. Dan ternyata setelah saya
nonton filmnya. Saya akhirnya tau kenapa orang-orang memuja-muja film ini. Saya
akui emang film ini oke. Tapi yang saya suka disini bukan adegan romantis
antara Hazel dan Agus. Atau karena suka sama Agus yang ganteng dan so sweet
banget ituh.
(Dan pun saya baru ngeh, kalo pemeran Hazel dan Agus ini juga di pasangkan jadi kakak-adik di seri Divergent. Lah abis rambutnya jadi panjang, ya saya pangling)
eniweii, yang saya suka dari
film ini adalah karakter – karaker nya. Hampir semua tokoh di film ini,
karakternya saya suka. Saya ngga tau, sih apakah buku dan filmnya sama persis
alurnya apa ngga. Atau Filmnya cuma mengambil beberapa plot yang paling menarik
di buku. Tapi biasanya, sih kalau karakter tetap dibuat sama, cuma alur cerita saja yang berbeda.
Dimulai dari orangtuanya Hazel. The
Lancasters. Orangtua yang harus membesarkan anak dengan kanker, dan langka.
Jujur itu amat sulit. Berat banget tanggung jawab yang harus dipikul oleh
Orangtua Hazel, pun dengan orangtua Agus. Tapi emang kalau dilihat orang tua
Agus terlihat lebih ceria dan hangat ketimbang Bapak Ibunya Hazel. Walaupun
memang Bapak ibu Hazel juga sama berjuangnya untuk menjadi orang tua yang baik
dan kuat, juga selalu membujuk anaknya entah saat kunjungan ke rumah sakit,
bertemu dengan dokter, ataupun untuk menjadi remaja pada umumnya.
Dan yang saya salut adalah kedua Orang tua ini, tidak memperlakukan anak-anak mereka layaknya orang yang sakit, melainkan layaknya anak remaja normal pada umumnya. Mungkin karena emang udah sedari kecil mereka membesarkan anak dengan kondisi seperti itu. Mereka jadi sudah cepat tanggap dan tidak panik ketika anaknya melalui masa-masa kritis. Maka itu, mereka para orang tua yang memiliki anak-anak yang spesial ini merupakan para orang tua yang Setrong! Mungkin kalau saya di situasi begitu, saya malah yang jadi sering ngedrop.
Isaac, si penderita Tumor di mata. Mata sebelahnya sudah tidak bisa melihat, sebentar lagi mata satunya juga akan dioperasi, yang nantinya ia akan buta seutuhnya. Dan cara dia bercerita itu, loh. Nggak ada kesan sedihnya. Padahal dia tidak akan bisa melihat dunia lagi. Dan dia bilang karena dia punya pacar yang seksi. Konyol banget, kan. Walaupun pada akhirnya dia putus dengan kekasihnya, namun kekonyolan si Isaac ini nggak luntur sama sekali. Buat saya karakter Isaac ini amat sangat menghibur. Karakternya yang tempramen tapi juga sahabat yang baik bagi Agus serta Hazel juga. Dan lagi menurut saya dia jauh lebih ganteng daripada si Agus. Senyumnya manis *blushing*
mas Agus dan Mba Hazel |
Dan, peran utama kita. Hazel dan Agus, adalah dua karakter yang berbeda. Hazel lebih cuek dan masa bodoh. Sementara Agus adalah pribadi yang ceria dan hangat. Walaupun pada akhirnya, saat Agus yang ternyata yang harus ‘pergi’ duluan, ia sempat merasa down. Dan di saat-saat terahirnya itu, semua sifat dia yang menyenangkan hilang, dan berubah menjadi penggerutu dan menyebalkan. Yah, untungya itu tidak berlangsung lama, dan semua itu berkat Hazel J
trio gesrek |
Tapi saya nggak menyalahkan Agus, kok. Karena bagi saya itu wajar. Siapa yang bisa menghadapi dengan tenang saat kita tahu kapan kita harus pergi meninggalkan orang-orang yang kita sayang? Sementara Agus, Hazel dan Isaac justru dengan santainya (walaupun nangis juga) bisa-bisanya bikin Gladi resik upacara pemakaman! Dan mereka pun masih bisa tertawa :’) Luar biasa.
eh, apa cuma saya disini yg merasa kalau film ini agak mirip-mirip ceritanya sama A Walk to Remember, yang tokoh utamanya sama-sama harus dibuat meninggal, saat si peran utama mulai merasakan manisnya kedatangan si dia? Iya nggak, sih. Iyakan? Udah, iyain , ajah!
Oh iya, yang paling saya suka adalah bahwa
semua tokoh-tokoh pengidap kanker ini (yang di perkumpulan ituh) semua
anak-anaknya terlihat amat normal. Mereka terlihat layaknya anak remaja biasa.
Nggak terlihat sakit sama sekali. Dan mereka dengan tenang dan santainya
bercerita soal penyakitnya. Apalagi pas Isaac cerita soal dirinya. Itu lucu
banget, Dan Agus tentunya, dia juga keren!
Mereka bercerita seolah penyakit tidak
menghalangi kehidupan mereka. Mereka terus menjalani hidup mereka layaknya
orang lain pada umumnya. Salut, sih! Saya ajah yang jarang sakit dan
separah-parahnya sakit adalah gejala Tifus, sekalinya cuma sariawan bisa sampe
nangis-nangis karena susah makan. Belum
lagi kalau lagi radang atau flu, bawaannya pengen selimutan ajah, walaupun
nafsu makan tetep menggila :D
Hazel : mas, kok kamu tega ninggalin aku duluan, kulo mboten sanghup mas |
Dan, yak!
Saya juga suka endingnya. Sedih memang, tapi
cuma sebentar ajah, walaupun sempet mewek juga karena pada akhirnya
Hazel menemukan hingga terakhir Agus hidup pun, dia masih berusaha untuk
membuat Hazel bahagia dengan mendatangkan si Houten, buat kasih tau ending
bukunya. Walaupun ujung-ujungnya diusir juga. Dan surat yang Agus kirim, itu pecah banget,
sih.
Okay? Okay!
J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tiada Kesan tanpa Kehadiranmu