Selasa, 05 April 2016

Review Film Raksasa Dari Jogja (Romantis, tanpa Pemanis Buatan)



poster film Raksasa Dari Jogja

Jadi beberapa waktu lalu, saya lagi beruntung banget. Kenapa? Karena secara tak terduga saya menang kuis di twitter yang diadain sama Bentang Pustaka. Kenapa dibilang beruntung? Karena seumur-umur, saya nggak pernah menang kuis apapun (Iyah, kasian, yah?) Nah, makanya sewaktu di kasi tau kalau saya menang, ya saya cuma ketawa-tawa ajah. Akhirnya ada juga yang kasian sama ketidakberuntungan saya.


Jadi kuisnya itu berhadiah tiket nonton gratis premier Raksasa Dari Jogja untuk 2 orang. Tapi acaranya itu di Epicentrum, Kuningan. Jauh banget, kan? Awalnya saya nggak yakin mau dateng apa nggak. Tapi untungnya ada teman saya yang di Jakarta kebetulan mau nemenin saya hari itu. Kapan lagi, kan? Bisa nonton film duluan sebelum release, ditambah  ada pemain-pemainnya juga yang bakal hadir. Menarik, ya?


Berbekal arahan hasil menggugel dan nekat. Karena ternyata hari itu bertepatan dengan demo para taxi biru. Saya sengaja nggak bilang ke orangtua saya, karena dijamin mereka nggak bakal ngasi ijin. Tapi alhamdulillah juga saya dan teman saya sampai dan pulang dengan utuh.


dulu tertarik beli, karena suka sama covernya

Okeiii,
Jadi, film Raksasa Dari Jogja (RDJ) ini berasal dari novel dengan judul yang sama. Dan saya sudah punya dan membaca bukunya sekitar 2 tahun lalu. Jadi alur ceritanya kurang lebih sudah tau, cuma bagaimana kisah di buku ini bercerita saya sudah lupa. Jadi, malamnya saya malah baca novel ini sampai habis. Dan saya menyesali tindakan bodoh saya ini. Karena dengan membaca dulu kisahnya di buku, bikin saya jadi sok kritis dan membanding-bandingkan dengan cerita aslinya di buku. Yang pada akhirnya saya jadi tidak menikmati filmnya sama sekali. Sama kayak waktu saya nonton Supernova dan Perahu Kertas.


dapet merchandise!


Untungnya cuma di awal-awal saja memang. Karena cerita di buku dan di film tidak semuanya sama. Walaupun jalan ceritanya tetap sama. Kisah Bian dan Gabriel. Dua pribadi yang punya fisik yang berbeda --kalau kata orang sini sih, jomplang-- dengan permasalahan dikedua sisinya.


narsis dahulu, nonton film kemudian

Sebelum review filmnya, jadi ada beberapa hal berbeda dengan yang ada di buku. Sebagian memang sengaja ditampilkan peran-peran baru, ada juga alur cerita yang diperlebar. Yang tidak dibahas di buku, di film semua diperjelas. Seperti sosok Gabriel yang diceritakan adalah seorang wartawan di salah satu surat kabar di Jogja yang terkenal kritis. Dan profesinya ini yang nantinya berhubungan erat dengan ayahnya Bian.





Beberapa  peran baru diantaranya, mas Angkola (yang diperanin oleh Dwi Sasono) sebagai bos Gabriel di kantornya. Lalu ada Rinta (Sahila Hisyam) jadi pacarnya Kevin. Ada Pras (Kiki Farel), yang kalau di buku namanya Joshua. Dan satu lagi Marcel Darwin, saya lupa namanya siapa di film ini, dia berperan sebagai teman Kevin, sekaligus senior Bian, yang tertarik dengan Bian.


Prescon, setelah film selesai


Walaupun ceritanya sedikit beda dengan di novel, tapi buat saya film ini menghibur. Cocok banget buat penonton abg jaman sekarang. Karena film ini, walaupun memang bercerita tentang remaja kuliahan dan permasalahan soal cinta, keluarga dan persahabatan, tapi yang saya suka adalah film ini tidak menjual kemewahan (macam sinetron di TV-TV itu, yang pake mobil mewah, dandanan n bla-bla-bla).


pengenalan beberapa karakter. Abrar disini mirip banget sama Petra Sihombing. Dan Ganteng pulak! :3

Kedua, film ini walaupun bergenre romantis (eh, iya kan?) film ini juga tidak mengekspos adegan sok romantis, macam peluk-cium- gendong (??) yang akhir-akhir ini juga rajin bener di tayangan remaja. Cerita di film ini tetap memberikan sisi romantis yang manis (dan bikin baperrr!) tanpa mencekoki penonton dengan adegan tadi. Persis macam film romantisnya Thailand, mereka sukses bikin penonton baper, padahal di film itu nggak ada adegan peluk-cium sama sekali, bahkan berpengan tangan pun enggak.





Film ini selain menghibur juga memberikan pesan moralnya sendiri, tanpa menggurui atau menceramahi penonton. Cocoklah buat para remaja yang ingin hiburan, tapi nggak sekedar hiburan remah-remah dengan menonjolkan tampang pemainnya.


Dan karakter Bianca, buat saya, diperanin dengan bagus oleh Karina Salim. Saya, sih emang nggak ngerti apa-apa soal akting. Tapi buat saya, sebagai pembaca novelnya, Karina Salim ini mampu membuat karakter Bian yang pendiem dan introvert ke dalam dirinya. Pas, nggak berlebihan. Apalagi saat adegan emosi Bian yang meledak-ledak ketika di rumah sakit. Itu kereen banget, saya bisa ikut ngerasain emosinya Bian yang meluap-luap.


Dan, karakter yang bikin segar di film ini yaitu, mas Angkola yang diperanin dengan pas juga sama Dwi Sasono. Walaupun karakternya ini bisa dibilang bukan baru juga, sih. Karena kayanya karakter nyentrik macam ini sudah sering dimainkan oleh Dwi sasono. Tapi emang, mas Angkola ini yang bikin sepanjang film bikin saya ketawa mulu. Konyol abis. Saya nggak bisa ngebayangin kalau beneran ada pimpinan surat kabar macam dia. Media macam apa yang tahan dengan bos konyol kaya gini? Bisa-bisanya pegawai yang lulusan UI, lalu pernah kerja di luar negeri, tapi di sini dia cuma jadi tukang ketik dan tukang bikin kopi? Sumpah kocak abis! Nggak kebayang kalau saya punya atasan kaya gitu, nggak tau bakal stress atau justru terhibur.


sekali-kali, foto bareng orang cakep, siapa tau cantiknya nular! :D


Dan pendatang baru, Abrar Adrian, yang beneran asli badannya besar. Dan saya baru tau kalau ternyata dia ini atlet basket, pantes badannya bisa gede gitu. Aktingnya bolehlah, walau di awal-awal saya ngerasa masih datar, tapi lama-lama dapet juga, Tapi nggak tau kenapa, ya, ada beberapa adegan di film ini yang ngingetin saya sama adegannya AADC. Saat Gabriel dikeroyok preman, juga saat Gabriel pas lagi ngomong sama Bian di depan Kevin dkk. Disitu saya merasa agak dejavu aja, sih.



Tapi film ini layak untuk ditonton. Bagus. Aktingnya keren-keren. Dan yang pasti film yang amat menghibur karena saya menikmati film ini sampai habis. Jadi, kapan kamu mau nonton?