Selasa, 15 Maret 2016

Jalan - jalan, Sis! (Menara Suar Cikoneng)





Beberapa minggu yang lalu, saya bertemu lagi dengan salah satu teman saya. Saya pertama kalinya bertemu dengannya sewaktu kami sama-sama mengikuti trip ke Baduy yang digagas oleh Gong Production 2014 silam. Setelah beberapa lama kami hilang kontak, akhirnya kami ketemu lagi di facebook. Bertanya ini-itu, lalu berlanjut ke whatsapp. Kami langsung klop, karena emang selain sama-sama suka jalan, dan Sheila on 7, kami berdua juga punya kampung yang sama, Purwokerto. Dan lucunya, walaupun sudah cukup lama tingga di Serang, tapi logat jawanya masih amat kental. Dan saat akhirnya saya ketemu lagi kemarin, ternyata logatnya masih sama, medok :D






Awalnya saya ngajak teman saya ini untuk bertemu, karena memang hampir dua tahun kita tidak bertemu fisik. Sampai akhirnya dia bilang dia minta dianterin ke beberapa tempat di Serang. Yaudah,  dengan senang hati saya menyetujui. Karena emang dasarnya saya suka jalan kemana aja. Awalnya teman saya ini ingin melihat sisa-sisa peninggalan Kerajaan Banten, yang terletak di daerah Banten Lama, namun teman saya berubah haluan ingin melihat Mercusuar Anyer. Dan akhirnya diputuskan Sabtu ini, kami berdua akan ke sana.




Karena kebetulan teman saya ini tinggal di Cikande dan saya di Serang (dua jarak yang cukup jauh memang) Maka dari itu kami memutuskan (saya, sih sebenernya, karena  disini sayalah yang lebih paham wilayah Serang)  untuk bertemu di Ramayana Serang. Dari situ kami menaiki angkot arah Cilegon, disusul setelahnya lanjut angkot ke arah Anyer. Saat masih di Serang, cuaca terlihat sudah mendung, tapi kami mencoba optimis bahwa mendung tidak akan menghantui kami sampai ke Anyer. Namun, saat sampai di wilayah Serdang, awan gelap semakin pekat, seolah-olah tanpa perlu satu hembusan angin pun, maka hujan akan turun dengan sukarela. Dan benar saja, tak berapa lama, hujan turun dengan derasnya. 

mendung banget, kan?

Untungnya, saat sampai di lokasi, hujan cuma rintik  malu-malu. Udara pun jadi tidak terlalu panas, walaupun saat itu kami sampai tepat jam 12 siang. Tapi, tetap saja, tangan saya gosong, walau matahari seharian itu cuma bersinar seada-adanya.





Sampai di Mercusuar, teman saya sedikit kecewa. karena ternyata mercusuarnya tidak dibuka, bahkan tidak ada petugas yang berjaga di sana yang bisa kami tanyai lebih lanjut. Alhasil selama beberapa jam kami hanya berkeliling sambil bernarsis ria. Yah....nggak apa-apa lah toh hari itu saya sudah sukses bikin dia jadi model dadakan. Karena setiap saya foto, hasilnya hampir semua bagusss! Setidaknya saya udah bikin satu temen saya seneng hari ini. Saya pun, terhibur dengan beberapa tingkahnya hari itu.

lautnya tenang banget


Dan entah kenapa Sabtu kemarin tidak terlalu ramai, hanya terlihat beberapa pengunjung saja yang kesana. Sempat juga saya lihat ada satu pasangan yang memanfaatkan tempat ini sebagai lokasi photoshoot untuk prewedding mereka. Hari itu juga pantai tampak tenang, jarang terdengar suara ombak yang berderu. Hanya sesekali. Jarang-jarang banget bisa dapetin suasana Anyer macam gini. Biasanya setiap akhir pekan, pantai Anyer tidak pernah sepi oleh pengunjung. Mungkin ini rejekinya teman saya, sehingga dia tidak perlu berebut spot untuk foto ini-itu. Kita pun hari itu leluasa untuk kesana-kemari, berpindah posisi untuk sekedar foto.

Menara tampak depan, sayang banget tutup

Jadi Mercusuar atau menara suar Cikoneng (dan saya baru tau kalau nama menara ini Cikoneng) ini, dulunya dibuat sewaktu jamannya pemerintahan Belanda. Dibangun pada tahun 1885, tau dari mana? itu ada tertulis di atas pintu masuk menaranya. Letak Banten yang di pinggir laut begini, memungkinkan siapa pun dapat masuk ke wilayah sini dengan mudahnya. Karena itu dibangunlah menara ini, supaya mempermudah mengawasi siapa-siapa yang masuk wilayah Banten (Oke, disini saya mulai sok tau)






Selain di Anyer, di Serang juga ada menara lainnya, yang bentuknya bisa dibilang agak-agak  mirip dengan Mercusuar Anyer ini, cuma memang ukurannya tidak setinggi yang di Anyer. Menara ini terletak di wilayah Banten lama, yang berada di kompleks Kerajaan Banten. Fungsinya pun sama untuk mengawasi kapal-kapal yang masuk ke Banten. Bedanya kalau menara yang di Banten lama ini merupakan peninggalan Kerajaan Banten, tapi saya nggak tau di masa pemerintahan Sultan siapa? Nanti saya cari tau lebih lanjut. Mungkin di jalan-jalan selanjutnya.

Monumen Titik nol Km, sekaligus tempat awal menara berdiri


Oh iya, di tempat mercusuar Anyer ini juga dibangun monumen titik nol km. Dimana disini dulunya adalah tempat awal menara suar ini berdiri. Gitu, sih kalau dari tulisan di tugunya. Mungkin karena  akibat bencana Gunung Krakatau silam (Waktu itu Krakatau meletus kan 1883, yah?)  bangunan menaranya hancur, maka dibuatlah lagi yang baru. Untungnya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2-3 meter dari tempat asalnya berdiri (dan, yak! saya mulai sok tau lagi).

pose di depan menara. Tinggi banget, yah

Nah, monumen Titik Nol Km ini merupakan sebuah monumen yang dibuat sebagai tanda bahwa di sini jugalah titik awal pembangunan Jalan Raya Pos yang dibangun oleh Daendels. Dahulu Gubernur Jenderal ini membangun jalur panjang yang bermula dari Anyer (Serang) sampai Panarukan (Jawa timur). Jadi, dari mulai ujung barat Jawa, saaaammmpai ke ujung timur Jawa, kebayang kan gimana jauhnya. Apalagi dulu belum ada alat berat yang berupa mesin apapun. Jadi semuanya murni handmade. Ada berapa banyak jiwa coba, yang jadi korban kebiadaban si Jendral ini? Bayanginnya ajah saya udah merindin disko.

narsis di jalan menuju dermaga, untung sepi. Berasa jalan milik pribadi

Beruntung saya lahir di jaman ini. Yang nggak perlu lagi khawatir ancaman penjajah. Tapi justru, malah saya ada di era dimana ancaman fitnah dan provokasi di media sosial yang gencar mengincar, yang terkadang sulit disibak kebenarannya.


gayanya ambigu, antara pose 'saranghae' , balet, atau senam SKJ


Dan saya nggak tau, mana yang lebih aman?